Welcome,Nya~

Tampilkan postingan dengan label fanfiction. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label fanfiction. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 23 Juli 2011

Reset

Reset

Andai segalanya bisa diulang kembali…

Prang! Lagi-lagi sebuah piring porselen jatuh dari tangan mungil Lithuania. Wajahnya shock dipenuhi ketakutan. Wajah Russia yang marah sudah pasti ada di bayangannya. Mulailah dirinya gugup. Mencari lem dari sana ke sini. Porselen itu milik ibunya terdahulu. Aduuh… saya pasti dimarahi... guman Lithuania panik. Ia melihat jam sebentar-sebentar. Berharap tuannya pulang agak telat hari ini. Ia harus membeli prinng baru… Tidak! Ia harus memperbaikinya! Tidak! Benda itu sudah hancur berkeping-keping! Bagaimana caranya ia memperbaikinya ? AAAAAHHH!

Tetapi sekarang hanyalah kesunyian yang begitu nyata. Lithuania hanya tertawa hambar melihat apa yang dikira selalu mimpinya. Russia, Tuannya yang begitu berharga dan ditakutinya, hilang. Tidak! Ia tidak hilang begitu saja! Negara Russia masih ada… tetapi… eksistensi sang Russia, sang personifikasinya yang sangat kekanak-kanakan dan ceria tersebut. Yang selalu mengusilinya dengan beribu-ribu kenakalan yang bahkan terkadang sungguh menyakitkan. Hal ini menusuknya kejam. Eksistensinya tidak lagi dapat dirasakannya. Baik sebagai Negara, maupun sebagai manusia. Bahkan sebagai Ivan Braginsky, tuannya yang senang tersenyum tersebut.

Maukah Kau berteman denganku ?

Mengapa tidak sekarang saja ? Saat itu Lithuania menanyakan pertanyaan kecil kepada anak kecil yang sangat ingin berteman dengannya. Waktu itu, ia tidak menyadari betapa menyesalnya dia dan betapa leganya dia akan pertemuannya itu. Saya belum kuat… Saat saya kuat… saya akan berteman denganmu… jawab anak itu. Suaranya terdengar sayup-sayup. Tubuhnya mengigil seakan dirinya telah menderita. Segalanya telah dilihat Lithuania. Kebenaran yang dilihat tuannya,Russia. Segalanya telah dilihat sang bawahan itu. Lithuania dianggap sebagai partner,teman,dan sahabat terbaiknya…bahkan mungkin lebih…lebih… mungkin itu apa yang Lithuania anggap sebagai tuannya itu berharap.

Mengapa ia ingin menjadi kuat ? saat itu Lithuania masih tidak tahu. Ia dipaksa masuk dan melayani tuannya. Ia tertawa hambar, mencoba sebaik mungkin melayani tuannya yang selalu moody. Di kala tertentu bagai malaikat yang mungkin sangat menyayanginya, di kala lain, seperti sesuatu…yang menyakitkan. Dada Lithuania sakit memikirkannya. Sedih,senang,tetapi… satu perasaan yang pasti adalah… cemas. Kemana perginya tuannya dari eksistensinya ?

"Tuaaan …" Lithuania mencoba memanggil tuannya.

Ia tidak mungkin di Siberia,bukan ? gumannya pelan. Lithuania memberanikan diri memasuki wilayah itu. Kosong, tdak ada perasaan itu, tidak ada sedikitpun sense yang mengatakan Russia ada di sini. Eksistensinya… masih tidak ada. "Tuaaaan! " Lithuania memanggilnya lagi. Tidak ada jawaban. Hanya angin dingin menerpanya. Tuannya telah lama meninggalkannya, sebuah kebebasan berubah menjadi kecemasan total. Tuannya selalu mengatakannya untuk tidak meninggalkannya…

Flickerish Freiidrene Eliennnth…

Iya. Kosa kata aneh tanpa arti tuannya ? Lithuania terbaring tidak berdaya di salju yang dingin. Tidak ada tanda-tanda General Winter , tidak ada badai salju yang ganas, tidak ada rumah maupun pohon yang tinggi, hanya salju putih dilihatnya.

"Tuan…" Lithuania sekali lagi sama sekali tidak memikirkan orang lain. Hanya orang itu yang membutuhkannya lebih dari siapapun. Bahkan adik dan kakaknya sudah ia tinggalkan. Ia berjanji untuk setia hanya pada orang itu. Hanya padanya…

"Russia…" panggilnya dengan pelan. Suaranya mulai habis. Ia tidak letih,tidak lelah, hanya saja … suaranya mulai sedih, ia tidak menangis, ia hanya cemas.

"Ivan Braginsky… dimanakah kau sekarang ? Apakah kau bahagia ? "tanyanya sama-samar. Ia tahu tentang tuannya, tuannya akan bahagia jika dia berada di , ia sedang mencari dirinya, atau... dirinya sedang mencari tuannya ?

Mata Lithuania mulai tertutup. Mungkin sudah waktunya ia menyerah.

Sedikit menyesal, tetapi mungkin sudah waktunya.

Tuan …


"Halo lagi, Liet…. " senyumnya pelan. Senyumnya lain dari senyuman kekanakannya yang biasa ia pakai. Juga berbeda dari senyuman terpaksa yang ia sering perlihatkan di kala sedih. Hanya senyuman tenang, senyuman tipis yang dikeluarkannya. Russia seakan berbicara sendiri, melihat tubuh Lithuania yang membeku, tubuh semua orang yang membeku, meninggalkan dirinya sendirian.

Eksistensi Russia tidak menghilang, hanya saja eksistensi orang lain seakan mengingalkannya sendirian. Dunia yang dingin,dunia yang seakan berubah menjadi miliknya. Semua Negara membeku kecuali dirinya. "Rasanya sepi sendirian,Liet. Aku mulai bertanya-tanya kapan diriku beku semakin dingin,semakin menusuk, tetapi entah kenapa, saya belum membeku juga…"Jawabnya tulus. Ia tarus bunga matahari favoritnya dekat tubuh Lithuania yang membeku.

"Hei… Kau masih ingat Flickerish Freiidrene Eliennnth… ? Da~ Kata-kata tanpa arti itu. Kau benar-benar tidak meninggalkanku sendirian. Kurasa, kau masih memikirkanku sekarang ? " Russia tertawa geli. "Liet… kau aneh. Manis… namun aneh…" Kembali Russia tertawa lagi. Russia melepas syalnya, sesekali membungkus Lithuania dengan syal favoritnya itu, berharap semoga… ia kembali.

Mengapa tidak dirinya yang membeku dan seluruh dunia hidup ? Kadang ia berpikir seperti itu. Namun, hal itu bodoh,bukan ? Ia ingin bersama semuanya bukan ditinggalkan membeku. "Da~ Liet, kalau bias segalanya kuulang, mungkin akan lebih baik ? " senyumnya tipis. Dirinya menatap tembok putih beku dan tersenyum kembali. "Aku mulai bosan, Liet. Kapan-kapan tolong buatkanku teh,da ? " Dirinya seakan memang bercakap-cakap sendiri.

"Liet,aku mengantuk. Sebaiknya aku juga tidur,da ? Bolehkah aku tidur di samping dirimu yang membeku ? " Tanya Russia manis. Tentu saja tidak ada jawaban, tidak ada satupun kata yang keluar dari tubuh Lithuania yang orang membeku, dunia yang dingin sekali, dunia yang menakutkan, bahkan untuk Russia yang hidup di dalamnya.

Russia beranjak menuju ranjang tuanya. Berangan-angan untuk segalanya kembali pada dirinya. Sedikit tersenyum sambil menutup matanya. "Da~Mohon ubah segalanya besok,saat aku bangun,oke ? " senyumnya pelan.

Permintaan yang simpel, namun tak mudah.

Jumat, 03 Juni 2011

Etique Chapter Seven

"Ah~ dia ngga penting.." Astrid menjawab pelan.

"Seorang count?" tanya Faye.

"Bukan..." jawabnya simpel.

"Seorang duke , mungkin ? " Faye menebak lagi.

"Sedikit lebih tinggi..."

"Anggota menteri kerajaan,kah ? " Faye bertanya.

"Mulai dekat..."

Faye hanya bisa memilih satu pilihan lagi. Sang raja tidak mungkin datang ke manor kecil ini dan anggota yang ditebak Faye sudah salah semua berarti... Faye menghela nafas dan mulai bertanya lagi. "Apakah dia tuan Simone Surcorde dengan Praskevy Surcorde?"

"Tepat…"Astrid menepuk tangannya.

Faye langsung terbakar amarah. " Tuan Astrid dapat memberitakannya Sejas tadi! Kapan dia akan datang ? " Faye langsung berteriak memarahi Astrid.

" Hmm... perkiraanku, lima menit lagi ? " Astrid tersenyum. Faye bergegas menuju ruangan Ryuvan. Ia saking tergesa-gesa ia melupakan estetikanya sebagai seorang Etique. Ia bernafas dengan sangat tergesa-gesa. Ryuvan beranjak dari tempat tidurnya.

"Tuan Simone akan datang..." jawab Faye singkat.

Mendadak pintu besar manor tersebut diketuk.

"... maafkan saya, tepatnya tuan Simone sudah datang..."

Ryuvan hanya dapat tersenyum hambar. Ia tidak mengharapkan kedatangan sang putra kerajaan secepat itu. Ia merapikan bajunya dan berjalan menuju ruang tamu." Kutunggu dia di sini, Sofiya, mohon jangan terlalu takut. Tuan Simone dan Praskevy agak... aneh di depan orang baru..."Ryuvan memperingatkannya.

Sofiya hanya menangguk macam apakah Simone dan Praskevy ini ?


Ryuvan duduk di sofa kecil menunggu pintu dibukakan oleh sang butler, tentu saja tirai dan pintu seluruhnya ditutup rapat agar tuannya tidak mengalami pendarahan lagi. Aura tegang di tempat itu merambat ke seluruh isi manor tersebut, terutama Sofiya, ia penasaran dengan orang-orang ini ? Takut.. namun sifat penasarannya membunuh ketakutannya.

"Hyuu~ " suara aneh itu terdengar dari belakang pintu. Faye membuka pintu itu cukup untuk seorang masuk ke dalam. Sepasang pemuda, yang satu tinggi dan yang satu berwujud bocah memasuki ruangan. Keduanya memakai jubah berwarna hitam, aneh... di luar tidak hujan.

"Halo~ " Pemuda yang tinggi itu menyapa Ryuvan duluan. Suaranya agak, menakutkan. Agak serak dan orang itu terlihat tersenyum lebar terus itu melirik ke arah Sofiya. Ia membuka jubah yang dipakainya.

Ugh... dia lebih aneh begini...guman Sofiya. Seorang pemuda berambut panjang lavender dengan baju jas dan atasan jubah pendek yang diikat di lehernya mendekati Sofiya. " Hmm... maid baru~ salam kenal~ Saya Simone~ Panggil saya Simone~ Jangan Sim~ Jangan One~ Hanya Simone~" Pria itu semakin menakuti Sofiya. DIA ANEHHHHHH! Sofiya langsung mundur dan terjatuh, untung saja ditangkap Faye.

"Ah! Kakak menakuti manusia! " Bocah kecil yang memakai jubah itu langsung menggenggam kakanya, yang sepertinya Simone itu. " Kakak, jangan begitu! Hari ini kita ada urusan penting bukan ? Katanya Nii-san ingin diskusikan dengan Ryuvan! Sampai terbang ke sini dari Inggris..." Bocah kecil itu merengek.

Simone langsung memperhatikan adiknya itu. "P-Praskevy...Kau benar..." Simone menjawab mantap. Ia berjalan mendekati Ryuvan . "Ada sesuatu yang penting saya ingin diskusikan dengan kau,Ryuvan."

Ryuvan mengangguk dan menyuruh Faye mempersiapkan teh untuk kedatangan Simone.

Faye menangguk dan meninggalkan Sofiya bersama dengan Praskevy. Bocah kecil itu menatp Sofiya dengan tampang polos. Sofiya menatapnya kembali. Ia kemudian tertawa. "Hee kau akan menjadi tipe kesukaan Yukki! Mana Yukki nii-san ?" Praskevy sepertinya antusias.

Yukki ? Ngga mau! Sofiya masih teringat kejadian tadi9. Yukki yang agak-agak aneh itu ? Mamang seluruh Etique yang ditemuinya memang agak aneh tetapi...Tipenya Yukki ? Sofiya tidak sudi!

Praskevy hanya duduk memperhatikan Sofiya. Manusia di tempat Etique memang jarang. Praskevy tersenyum terus-terussan sambil memperhatikan maid itu dari ujung rambut sampai ujung kaki. Haaa~ Manusia itu aneh ya~


Kamar Ryuvan,

"Kau datang dari Inggris ke Jepang hanya untuk bertemu denganku ? Apakah kau mempersiapkan sebegitu banyak waktu untukku sampai kau lupa? "Ryuvan terdengar serius menanyakan Simone.

"Hmm~ Apakah itu ? " Simone sepertinya hanya menjawab ringan dan tidak peduli.

" Kau adalah putra kerajaan Etique,bukan ? Apakah kau tidak belajar atau bekerja demi masa depan dunia Etique ? " Ryuvan menarik kerah Simone. "Kau harus tahu dimana keberadaanmu! "

"Pffff- Sudahlah Ryuvan. Seberapa kerasnya kau coba memarahi aku, aku tahu kau ingin yang terbaik untuk diriku dan dunia Etique..tetapi..." Simone mengeluarkan kartu-kartu miliknya. "Ramalan saya tidak salah..."Simone mengeluarkan beberapa kartu.

"Kartu The Emperor terbalik...saya masih kurang kuat dan masih terlalu muda untuk menguasai takhta. The Strength terbalik, semakin mendukung diriku yang lemah. The World terbalik, visiku masih lemah...jauh dari kesempurnaan. Masa depanku adalah The Devil yang tidak terbalik, saya akan jatuh, gagal, dan akan terjadi suatu masalah yang besar...dan The Lovers terbalik, sebentar lagi aku akan kehilangan orang yang kusayangi..."Wajahnya terlihat sedih. Dari nadanya Ryuvan mengetahui seberapa besar keputusasaan yang dialaminya.

"Aku tidak pantas menjadi raja, Ryuvan! Kau tahu itu! Aku hanyalah seorang Etique rendahan yang menyukai kartu , tidak bisa sihir, tidak memiliki kemampuan apapun dan tidak akan menjadi apapun! A-A-aku malu terhadap diriku sendiri..." Simone memukul dadanya. "Apa yang harus kulakukan dengan diriku ?" Air matanya Turín bagaikan mutiara berwarna hitam. Ia mengeluarkan segalanya yang bisa ia lakukan. Ryuvan tahu bahwa Simona telah berusaha keras menambah apa yang ia bisa, mengingat kemampuannya yang terbatas.

"Kau bijak, pintar dan sebenarnya penyabar…Kau harus lebih percaya diri Simona.." Ryuvan mencoba menenangkan temannya itu. " Kau diharapkan agar menjadi raja yang baik, yang dapat memerintah dengan damai selama ratusan tahun! Kau sebenarnya ingin menjadi yang terbaik,bukan ? Janganlah kalah dengan keterbatasanmu..."Ryuvan meuangkan teh ke gelas wine milik Simone.

"Kau masih menyembunyikan beberapa kartu…teruskan ramalan anehmu.." Ryuvan duduk kembali.

Simone menyeka air matanya yang tidak terlihat tertutup rambutnya. " baiklah... ini kartunya..."

" Upright Fool, aku akan membuka lembaran baru dan permulaan baru dalam dunia Etique tetapi dengan adanya The Tower terbalik, aku akan mengikuti cara lama ayahku dan... mungkin akan berakibat buruk bagi kerajaan Etique ini. The Star terbalik mencerminkan bahwa aku tidak memiliki sedikitpun harapan akan diriku sendiri..." Simone mendesah pelan. "D-d-d-dan...ini..." Simone memberikan dua kartu terakhir pada Ryuvan.

" The Hermit dan The Magician... dua kartu terhebatmu..."Ryuvan tersenyum.

Dua kartu ini adalah sisi positifku... Kreatif, orisinil,kekuatan yang dalam dan..." Simone tertawa.

"Seorang pendiam yang suka sendirian..." Ryuvan meneruskan.

Kedua sahabat itu tertawa.

" Teima kasih telah mendengarkan isi hatiku,Ryuvan. Saya merasa lebih baik...jauh lebih baik." Simone tersenyum puas.

"Aku akan terus berdoa agar suatu hari kau benar-benar akan menjadi seorang raja yang kompeten! " Ryuvan tersenyum.

" Tidak akan~ " Simone kembali memakai jubahnya dan berjalan keluar. dalam hatinya ia tersenyum lebar, seseorang bersedia mendukungnya walau ia sama sekali inkompeten. Entah apakah menurutnya Ryuvan bodoh atau etique terhebat yang pernah ia temui.


Uuugh...

Sofiya kaget. Sang etique kecil yang barusan hanya berputar-putar dengan gembira mendadak memegang kepalanya kesakitan.

"Praskevy... kau kenapa? " tanya Sofiya cemas. jika ada sesuatu terjad padanya maka pasti ia adalah orang pertama yang terkena masalah karena ia yang menjaga etique kecil menggelengkan kepalanya. "Sakit...Aku tidak tahu kenapa tapi sakit..." Air matanya mulai menetes perlahan. Jubahnya jatuh meninggalkan baju berkerah dan celana panjang.

" Liethiavanche Airisethe... " Suara Astrid terdengar. Sofiya melihat sosok Astrid yang pastinya basah kuyup setelah berenang. " Sofiya... menjauhlah darinya. Ia menderita Liethiavanche Airisethe, penyakit etique yang menyerang sel otak bagian pengendalian kekuatan natural. Jika kau mendekat, kau dapat terluka! " Astrid menarik tubuh Sofiya menjauhi Praskevy.

" AAAARRRRGGGGH! " PRAKKKK! Sofiya melihat meja kayu di ruang tamu terpecah menjadi dua oleh anak kecil itu. Ia kaget setengah mati. anak sekecil itu menghancurkan sesuatu yang bahkan Faye memerlukan bantuan untuk mengangkatnya.

"Sssh... mungkin kau belum tahu. Setiap etique dikaruniai sedikitnya satu talenta berkekuatan natural maupun magic. Praskevy memiliki kekuatan super secara fisik, saya memilikinya dalam bagian magic, Simone tidak memiliki semacam itu, dia antik. Ruvan dan Yukki seharusnya juga memiliki kekuatan semacam itu..." Astrid menjelaskan.

Tidak ada obat untuk "kegilaan" semacam itu... kecuali ada yang memiliki kekuatan yang lebih besar darinya... guman Astrid dalam hati.

Jumat, 21 Januari 2011

Etique Chapter Five

"Ada apa dengan Yukki ?" Sofiya menarik taplak mejanya bersama Faye.

"Ia tidak pernah kalah melawan tuan Ryuvan."


"M-master Ryuvan... apakau...kau... masih bangun ?" Faye memasuki kamar Ryuvan yang gelap gulita. Memang sebagai butler, melihat keadaan masternya pada jam 3 pagi agak...Faye menitikan keringat.

" Hah! Saya tidak bisa tidur..." Jawab tuannya singkat.

Faye terdiam gugup. "K-kalau... ini soal gadis itu... saya rela gadis itu dipulangkan... asal tuan Ryuvan tidak bertarung dengan kakak tuan. Kalau ternyata jalan yang kutempuh untuk menerimanya salah..." Faye semakin gugup ketika Ryuvan tertawa geli.

" Sini... mendekatlah..." Ryuvan menaruh jari panjangnya ke wajah putih Faye,membelainya pelan . "Fayeku yang bersinar. Saya tidak peduli gadis itu... Saya tidak senang , bukan karena gadis cilik itu. Saya suka Faye, Faye milikku tidak boleh diinjak begitu oleh siapapun. Bahkan kakakku..."ia membisikan kata-kata itu bagai melodi di telinga Faye. Tuan...

"Je me bats pas pour moi, mais pour tous ceux qui ont aimé ... Comprendre?" Ryvan membisikan lagi melodinya pada telinga Faye. Faye terdiam bagaikan terhipnotis. Senyuman Ryuvan yang ia lihat sangat menakutkan, sedih.

''M-m-mais… maître Ryuvan…'' Faye mencoba mengelak.

''Shhhhh….tidurlah sana….'' Ryuvan mencium jidat sang butler.


Faye kurang tidur, tidak seperti Sofiya yang sepertinya tidur sangat nyenyak. Huam... Sofiya menguap. Ia kelelahan akan apa yang terjadi kemarin, setelah membersihkan lebih dari sepuluh kamar, rasanya sekarang waktunya yang cocok untuk tidur terlihat sangat tegang, bisa saja beberapa detik lagi ia langsung berlarian panik kesana kemari. Yukki sudah berdiri mantap di halaman manor Ryuvan, sebuah pedang Zweihänder berdiri tepat di bawah tangannya. Ia menunggu perang dari sang master rumah.

Ryuvan masih terdiam di rumah. Malu mengakui, tetapi semua yang kemarin malam ia katakan bagai omong kosong. Ia benar-benar takut akan cahaya. Aku akan mati di sana...kata-kata itu menggema di kepalanya berjam-jam. Ia terus melihat rapier di tangannya. Ini... sebuah penghinaan besar...Aku sudah berjanji...tidak akan lari... Ryuvan memegang kepalanya. Terasa sakit bahkan ketika ia memikirkan cahaya yang akan menyinarinya.

" Sudah sepuluh menit..." Faye menutup jam kecilnya. Ia mengeluh. " Sepertinya tuannya akan terlambat. Mentalnya tidak akan tahan tetapi... tubuhnya...

"Maafkan keterlambatanku! " Ryuvan keluar dari manor gelap itu. Rambutnya tersinari secara alami, bagai kaca dengan jutaaan warna kaleidoscope. Rapiernya dipegangnya dengan mantap. Ia mulai berjalan mendekati kakaknya. "UHUAKKKK!" darah mulai keluar dari mulutnya. Kepalanya mulai meneteskan air yang pastinya berwarna merah. Wajahnya seketika pucat.

" Kau pasti kalah! " Yukki mengutuk adiknya. " Mati saja kau feminim !" Ia mulai menendangi adiknya yang terjatuh di lantai. " Kau bahkan tidak dapat keluar dengan selamat! " Yukki kembali mengejeknya.

" Diam kau! " Faye menarik Shaska miliknya. Tidak disangka ia hendak memakainya. Ia sudah tidak tahan lagi hendak mencabik-cabik Yukki menjadi ribuan potongan. Ryuvan langsung menghentikannya. " C'est mon combat ..."

Faye menyarungkan Shaska miliknya. Wajahnya mengeluarkan ribuan kebencian terhadap Yukki. Sofiya ketakutan melihat pemandangan itu. Darah ada di mana-mana, darah Ryuvan. Ia tidak menyangka apa yang dikatakan Faye benar-benar terjadi. Terkena matahari dan... berdarah. Itu tidak normal...

Sofiya mulai gemetaran dan faye melihatnya langsung memeluknya. " Tout ira bien… Tout Ira bien…"

"Apa ?

"Ah maaf... maksudku... Semua akan baik-baik saja..." Faye nyaris melupakan bahwa sang gadis tidak dapat berbahasa Perancis maupun bahasa Eropa Faye

tertuju pada masternya sambil mendekap gadis itu.


"viens .. divi ... trīs!" Bahasa Latvia itu keluar dari mulut Yukki dan langsung ia menjatuhkan Ryuvan yang masih bermasalah dengan batuknya. DUAK! Seketika masternya jatuh ke tanah untuk kedua kalinya.

" Ryuvan-sama! " Faye mencoba meolong tetapi larangan tuannya tetap berlaku. " Ini pertarunganku..."Faye mengurungkan niatnya dalam-dalam, ia memeluk Sofiya lebih lama.

"Kamu hanya bisa melukaiku karena aku mamang terluka... Kau selalu kalah jika kita bermain pedang asli..."

" Ya, kalau bermain... Aku tidak pernah kalah di saat serius! Gadis manusia itu milikku! Faye itu budak! "

Ryuvan tersentak dengan kata-kata terakhir milik Yukki. " Coba ulangi lagi...kakak..." Ryuvan mengatakannya dengan bangkit berdiri mencabut Raphaelnya yang ada di tanah. " ULANGI APA YANG KAU KATAKAN TENTANG FAYE DAN AKU AKAN MEMBUNUHMU! "

" COBA SAJA KALAU BISA BOCAH!"Yukki menantang Ryuvan.


Ryuvan yang berdarah-darah berhasil mementalkan serangan-serangan dari kakanya. Tubuhnya terus secara cepat kehilangan stamina tetapi kemauannya untuk bangkit memang mengejutkan. Walau wajah dan rambutnya mengalir darah, bahkan matanya, ia tidak kehilangan keseimbangan dan terus saling adu pedang dengan Yukki.

" Heh! AKU SELALU MEMBENCIMU!" Yukki mengutuk adikknya.

" Aku tidak sependapat,kakak... Kita waktu itu dipisahkan oleh keluarga, kau berubah banyak sejak kau dikirim ke keluarga Minne Ophelistia. Aku masih selalu menunggumu... bahkan di saat kau tidak mengenalku..."Ryuvan menjawab. Yukki terdiam.

"Aku iri dengan kakak yang memiliki tubuh yang bagus dan sehat. Aku ingin dapat berlari terkena cahaya sang surya yang tidak dapat sumber cahayaku, sang rembulan biru yang terus menemaniku. Warna mata kakak selalu kuingat disepanjang malam yang tersinar cahaya bulan! Aku tidak ingin bertarung..." Ryuvan menjatuhkan jatuh dahulu, pemenangnya adalah Yukki.

"Aku hanya ingin kakak bisa menerima perasaanku...

Aku tidak suka Faye yang merupakan saudaraku dihina...

Aku tidak ingin kehilangan apa yang kudapat...

Aku sebaiknya menghilang... jika dipilih antara apa yang harus kuhilangkan...

Hartaku adalah saudaraku,keluargaku,bukan manor ini..."

Tuan Ryuvan pernah mengatakan itu sejak pertama kali ia mengenalku. Ia menerimaku sebagai keluarganya padahal ia tahu saya hanyalah seorang manusia rendah yang menjadi Etique rendahan. Semua keluarga Minne menyiramiku dengan ribuan kebahagiaan yang tidak pernah kulupakan. Tugasku adalah membalas jasanya seumur hidupku...

Faye langsung berlari mengangkat masternya masuk kembali ke dalam rumah. Yukki yang terdiam hendak mengejeknya lagi tetapi..."Sofiya... bawa tuan Ryuvan ke kamarnya. " Faye menatap Yukki. " Ada yang harus kuurus..." Sarung Shaska Faye terbuka.


"K-kau sudah baikkan,Ryu ? " Yukki mengelus adiknya,Ryuvan dengan pelan.

"Kakak...kau sudah..."Shhhh! "Hal itu sudah tidak penting... nanti kau sudah sehat,kita bertarung lagi...Maafkan kakak. Aku yang iri padamu, kau yang cantik diterangi sinar rembulan. Wajahmu yang bagaikan kristal es berwarna gading dan rambutmu yang bagai sutra mengingininya juga..."Yukki hendak mengucapkan kata-kata itu tetapi...

"YAH GITULAH ! SI CEWEK BUATMUA SAJA! NGGA BUTUH! NANTI KITA DUEL LAGI!" Yukki pergi setelah "menempeleng" kepala Ryuvan. Faye yang bingung hanya tertawa kecil saya. Ia mengambil lap basah dan mengusap wajah sang master yang masih mengalami pendarahan.

"Oi! Faye! Kuakui kau...a-a-a-a-a-a-a-ADeku!" Yukki langsung berwajah merah dan kabur. Faye tertawa ringan bersama dengan Sofiya.

"Etique itu ada-ada saja,ya ? " Sofiya tertawa ringan.


"Sepertinya hubungan kalian sudah baik. Ini hadiah selamatan..." seorang (yang menurut perkiraan Sofiya seorang etique) berambut panjang hitam membawa hadiah dipita hijau kecil.

"Ah~ selamat datang tuan Astrid~ " Faye menjawab ringan."Ah~ Sofiya...perkenalkan... dia tuan Astrid Adriaan. Penyihir terbaik dalam sejarah etique, dan yang membuatku menjadi Etique..." jelasnya ringan.